Rabu, 26 Desember 2012

tugas pertanian terpadu


TUGAS TERSTRUKTUR
PERTANIAN TERPADU


“ FARMING SYSTEM : MODEL PERTANIAN TERPADU ANTARA BUDIDAYA TUMPANGSARI PADI DAN JAGUNG, SERTA TERNAK MENUJU PERTANIAN ORGANIK”
Logo Unsoed
SEMESTER GANJIL 2012/2013

OLEH :
LAELA FITRIANI                          A1L010258
YOGA ADITIA                                A1L010259
RIANTO                                            A1L010260
DWI ISMANTO                               A1L010262
DENINGSIH                                     A1L010264
M. IVAN ZULHILMI                      A1L010265
ROHMAT JUNAIDI                        A1L010268


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian Sistem Pertanian (Agrosistem) Adalah sekumpulan komponen yang disatukan oleh suatu bentuk interaksi dan saling ketergantungan pada suatu batas tertentu, untuk mencapai tujuan pertanian bagi pihak-pihak yang terlibat.
Sistem pertanian terdiri dari berbagai macam, antara lain system pertanian berkelanjutan, system pertanian terpadu, system pertanian konvensional dan lain-lain. Namun kali ini kami hanya akan membahas mengenai sistem pertanian organik.
Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian  melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi.
Pengembangan wilayah ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dalam program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan merata pada semua wilayah
Dalam mewujudkan suatu sistem usahatani terpadu, salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan adalah bagaimana memotivasi petani, peternak maupun perikanan untuk memanfaatkan limbah usahatani maupun limbah ternaknya, karena hal ini akan menambah keuntungan bagi petani, peternak, dan perikanan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemanfaatan limbah usahatani maupun pemanfaatan limbah ternak menjadi faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan pendapatan petani maupun peternak.
Integrasi tanaman dan ternak berperan untuk dijadikan tenaga kerja untuk pengolahan tanah, memanfaatkan limbah kotoran untuk menjaga kesuburan lahan, sebagai tabungan dan menambah pendapatan, dan menjadikan lapangan pekerjaan pada saat petani menunggu panen. Seiring program akselerasi, kelayakan usahatani padi masih harus terus dikaji guna meyakinkan petani bahwa usahatani tumpangsari padi jagung, ternak, dan perikanan masih dapat diharapkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik didalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasanan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.
Pertanian organic terpadu berbasis pternakan terbukti sangat menguntungkan. Integrasi ternak dengan lahan pertnaian merupakan upaya percepatan pengembangan peternakan dengan penerapan keterpaduan antara komoditas ternak dengan usaha tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan yang digunakan sebagai pakan ternak untuk ternak dalam bentuk kompos yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian (Nurdiansyah, 2008)














BAB II
ISI

A.  APLIKASI BUDIDAYA
Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.
Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman  tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon.

B.       MACAM-MACAM TANAMAN DAN TERNAK YANG DIBUDIDAYAKAN
1.        Jagung
Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras, sangat penting untuk ketahanan pangan. Jagung juga berperan penting dalam industri pakan ternak dan industri pangan. Dalam kurun lima tahun terakhir, kebutuhan jagung nasional untuk bahan industri pakan, makanan dan minuman meningkat ±10%-15%/tah
Pengembangan jagung diarahkan untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025 dengan ciri-ciri produksi yang cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif. Dalam periode 2005-2025, produksi jagung nasional diproyeksikan rata-rata tumbuh sebesar 4,26%.
Selain itu, pentingnya peranan jagung terhadap perekonomian nasional telah menempatkan jagung sebagai kontributor terbesar kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai ekonomi. Buah jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku utama (50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan baku industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian lainnya jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup menarik.
Dalam kurun waktu satu tahun, penanaman jagung dilakukan sebanyak dua kali. Tanaman jagung dipanen kurang lebih setelah 3-4 bulan setelah tanam. Hasil panen jagung dijual, sedangkan sisa atau limbah dari jagung, seperti batang jagung, daun jagung dan kelobotan dimanfaatkan unruk membuat pupuk hijau. Dikarenakan limbah dar tanaman jagung yang terlalu lampau banyak, maka sebagian limah ke lahan sebagian pupuk hijau terpenuhi. Dalam satu tahun, dihasilkan pupuk hijau dari limbah jagung kurang lebih 4-5 ton.
2.        Padi Gogo
Dalam pertanian terpadu ini digunakan tanaman padi gogo yang ditumpangsarikan dengan jagung karena padi gogo bisas ditanam apda lhan kering sehingga cocok dipadukan dengan tanaman jagung. Selain itu beras juga merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Disamping itu hasil sampingan dari padi gogo yang berupa dedak dan jerami dapat dipergunakan sebagai pakan ternak, sehinga dapat memberikan nilai tambah.

3.        Sapi Potong
Dipilih sapi potong sebagai ternak dalam sistem pertanian terpadu ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat berimbas pada pola konsumsi masyarakat Indonesia yang mulai menyadari mengkonsumsi protein hewani bagi kesehatan. Hal tersebut mengakibatkan tingginya permintaan sumber-sumber protein hewani termasuk daing sapi. Sehingga pengusaha penggemukan sapi potong memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Selain itu hasil sampingan dari ternak sapi yaitu berupa kotoran dan urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai biogas atau pupuk kandang yang dapat menyuburkan lahan pertanian.

C.      MODEL YANG AKAN DIGUNAKAN/POLA TANAM
Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman  tanaman musiman jagung, padi gogo dan ternak sapi.
Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu ini adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Pada bidang peternakan, di lahan ini terdapat sekitar 17 ekor sapi yang kebanyakan sapi impor dari Australia dan hanya beberapa yang berjenis lokal.
Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar.  Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.
Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut  memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan.
Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.
Berhubungan dengan hal tersebut input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan Stardek, EM4 atau Bio Fit yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.
Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Untuk menjadikan jerami menjadi biomassa sebagai sumber karbon dari biomasannya, maka rasio dari unsur hara  harus sebanding dengan rasio unsur hara di dalam sel, bakteri, jamur maupun actinomycetes. Misal bakteri, rata-rata setiap 5 bagian C butuh 1 bagian N. (C/N ratio 5:1) dikatakan untuk mempercepat proses dekomposisi C/N mendekati 1. Proses alamiah tersebut menjadikan jerami sebagai sumber karbon,  nitrogen dan unsur hara. Untuk mempercepat proses dekomposisi pada jerami dapat dilakukan dengan :
a.       Penambahan mikrobia yang spesifik untuk penguraian.
b.      Jerami perlu mendapat perlakuan dengan cara dibolak balik, ditusuk, dipotong potong kemudian diperkecil ukurannya hal ini bertujuan agar daya jangkau mikroba dalam pembusukan berjalan lebih cepat.
c.       Diperkaya dengan nutrisi lain untuk agar perbandingan (jerami di atas 100), kalau 100 =100 bagian carbon dan  1 bagian N, padahal mikroba agar bisa memakan semua 5/1, jadi butuh 20. 20 unsur hara bahan organik lain yang mengandung kira-kira setara dengan 20 bagian. Ditambah bahan organik yang kira-kira N lebih tinggi, paling mudah diberi pupuk urea. Jadi dengan semakin memperbanyak BO (kaya nutrisi) maka semakin mudah terdekomposisi.
Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.
Output yang  dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.
Dari dua pengamatan sistem peternakan dan pertanian maka didapat bahwa tiap sistem tersebut memberikan kontribusi dalm pemenuhan kebutuhan nutrisi dan pakan secara terus menerus. Peternakan mendapat keuntungan dari hasil sampingan pertanian berupa pakan rumput, sorghum, ketela dan sebagainya. Sedangkan pertanian tanaman budidaya tersebut juga mendapat keuntungan dari hasil sampingan peternakan, dan hasil seresah itu sendiri sebagai bahan organik. Dari pihak petani juga akan mendapat keuntungan yaitu dengan hasil produksi utama dari pertanian dan peternakan yang dapat dijual atau dikonsumsi sendiri tanpa menganggu keseimbangan dan keterpaduan sistem pertanian tersebut.
D.      ASPEK PEMELIHARAAN
Penggunaan benih varietas unggul sudah tidak dapat dipisahkan dari sistem produksi pertanian terutama tanaman pangan yang masih menggunakan benih sebagai satu-satunya sumber perbanyakan tanaman. Penggunaan varietas unggul memang secara nyata dapat meningkatkan hasil panen, namun pada dasarnya varietas unggul merupakan varietas yang memiliki respon tinggi terhadap dosis pemupukan tinggi sehingga apabila dikembangkan pada daerah yang menggunakan input luar dalam tingkat yang rendah, maka resiko kerugian hasil panen akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal.
Promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini berarti bencana bagi petani yang harus menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan resiko, juga untuk alasan ekonomi maupun ekologi harus berproduksi dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang, padahal mereka memiliki sumberdaya alam termasuk varietas lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan .
Untuk menunjang pertanian berkelanjutan yang menggunakan faktor-faktor penunjang produksi (pupuk dan pestisida) dalam jumlah minimal, maka diperlukan suatu perbaikan sistem pengadaan benih ditingkat petani menuju pada sistem benih unggul lokal yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu ditingkat petani perlu diarahkan untuk dapat mengelola sumberdaya genetik yang dimiliki (varietas unggul lokal) dengan sebaik-baiknya, baik dalam hal konservasi varietas, penanganan, maupun penyimpanan benih hingga benih siap digunakan.
Konservasi semacam ini sangat penting dilakukan sebagai suatu pendekatan yang berorientasi pada petani dalam memasok benih. Suatu pendekatan yang dapat diupayakan dalam pengelolaan sumberdaya genetik adalah pembentukan unit-unit suplai benih yang dibuat dengan cara membentuk unit-unit pertanian kecil untuk memproduksi benih unggul yang cukup memadai untuk kebutuhan lokal. Tentu saja para petani tersebut memerlukan arahan dari unit-unit inspeksi benih terpusat. Jika petani telah terbiasa dengan teknik tersebut, mereka dapat mengambil alih perawatan penangkaran hingga akhirnya menjadi yayasan benih yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Pengadaan benih dapat dilakukan pada tingkat desa dengan teknik-teknik yang bersifat padat karya sehingga mengurangi biaya transportasi, yang sekarang menjadi bagian utama yang menentukan harga benih. Apabila sistem ini telah berjalan dengan baik maka kebutuhan petani terhadap 4 (empat) tepat benih ( tepat mutu, jumlah, waktu, dan harga) dapat terpenuhi.
Pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalihan tingkat populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Perlindungan tanaman dilakukan melalui kegiatan pencegahan, pengendalian dan eradikasi. Dalam perkembangannya, istilah pengendalian berubah menjadi pengelolaan untuk lebih menekankan pada usaha untuk mengurangi populasi organisme yang harus ditangani secara terus menerus sejak dari penanaman, misalnya dengan menentukan jenis tanaman , cara pembukaan lahan, penggarapan tanah, jarak tanam, dan sebagainya. Oleh karena itu istilah pengelolaan hama terpadu dianggap lebih tepat dibandingkan dengan pengendalian hama terpadu.
Konsep pengelolaan hama terpadu ini sangat sesuai dengan konsep yang diusulkan oleh Peterson pada tahun 1973 yaitu :
1) Secara terpadu memperhatikan semua hama penting,
2) Tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang ekonomi,
3) Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel.
4) Sesedikit mungkin memakai cara buatan tetapi lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor-faktor alami,
5) Selalu didasari oleh pertimbangan ekologi.
Berdasarkan konsep tersebut maka konsep pengelolaan hama terpadu yang lebih sempuna adalah perlu melibatkan pemerintah seperti Direktorat Imigrasi dimulai dari pencegahan masuknya hama dari luar negri. Untuk lebih jelasnya, konsep pengelolaan yang lebih sempuna yaiu :
1) Pengendalian hama tumbuhan dengan peraturan-peratutan pemerintah. Hama-hama dari luar negri dicegah masuknya dengan peraturan karantina, sedangkan penyakit yang baru saja masuk dicoba dihilangkan dengan usaha eradikasi agar tidak meluas,
2) Penanaman kultivar yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi,
3) Pengendalian dengan cara kultur teknis,
4) Pengendalian dengan cara biologis,
5) Pengendalian secara fisik, serta alternatif terakhir,
6) Pengendalian secara kimia.
Pengelolaan penyakit pada pertanian berkelanjutan harus didasari dengan kesadaran akan lingkungan, dan kesadaran akan biaya. Jika kerusakan berat sekali dan semua usaha yang dilakukan tidak memberikan hasil, maka tanaman tersebut harus diganti


E.       PANEN DAN PENGOLAHAN
Panen yang pertanam kali dilakukan adalah pada tanaman jagung yaitu pada saat tanaman jagung berusia kira-kira 3-4 bulan. Panen jagun dilakukan dengan memotek bonggol jagung dari tangkainya kemudian jagung dikupas klebotnya dan dibersihkan dari bulu-bulu jagung lalu dijemur hingga kering, dipipil setelah itu jagung siap dijual sebagi bahan baku industry atau pakan. Kemudian hasl sampingan dari jagung berupa klebot, daun dan kedebong jagung sebagian diberikan pada ternak sapi dimana sebagian dapat langsung diberikan untuk pakan sapid an sebagiain lagi di olah menjadi hay (pakan kering yang bias bertahan dalam waktu yang lama).
Pada ternak sapi, bakalan sapi yang digunakan adalah bakalan sapi yang berumur dua tahun dan penggemukan dilakukan selama enam bulan, setelah enam bulan sapi dapat dijual. Sementara hasil sampingan dari kotoran sapi diolah menjadi pupuk kandang yang digunakan untuk memupuk lahan pertanian sebagai pupuk organic yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pada padi gogo dilakukan panen pada saat padi berumur umur enam bulan, dimana bulir padi sudah penuh. Pelaksanaan panen dilakukan dengan memotong rumpun padi gogo dengan sabit dan dikumpulkan, setelah itu dulakukan perontokan bulir. Lalu bulir padi dikeringkan sampai siap untuk digiling menjadi beras untuk dapat dipasrkan atau dikonsumsi untuk sendiri. Hasil samping yang berupa bekatul atau dedak dan jerami dapat digunakan sebagai pakan sapi potong.










BAB III
KESIMPULAN

   Guna mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, maka pengelolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi mutlak dilakukan. Berbagai bentuk pendekatan yang dapat diterapkan, diantaranya adalah  : sistem tanam ganda; komplementari hewan ternak dan tumbuhan; usaha terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry; pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya genetik; dan pengelolaan hama terpadu
Berbagai pendekatan tersebut dilaksanakan secara terpadu, dan untuk mendukung keberkelanjutannya, harus di dukung oleh inovasi teknologi yang di rancang berdasarkan kesesuaian dengan  kondisi wilayah baik bio-fisik maupun sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal.
Dalam sistem pertanian terpadu berkaitan dengan input, proses produksi dan output. Proses input berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, pada proses produksi berhubungan dengan waktu dan lingkungan sedangkan pada output berkaitan dengan pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Hal ini saling berkaitan karena apabila salah satu komponen yang ada di dalamnya rusak atau hilang akan mempengaruhi keadaan dan ketersediaan komponen lain.
Keunggulan sistem pertanian terpadu, bersifat :
1.        Efisiensi pada pemanfaatan sumber daya alam secara optimum
2.        Mandiri dimana sistem dapat berjalan dengan input  luar minimum (LEISA) dan bersifat closed system
3.        Berkelanjutan yang berarti bahwa sistem ini ramah lingkungan dan lebih menguntungkan serta kearifan lokal dan dapat diterima masyarakat
Untuk kendala pada sistem pertanian terpadu itu sendiri antara lain :
1.      Dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keberlanjutan sistem pertanian
2.      Hasil produksinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem pertanian konvensional
3.     

 
Dibutuhkan tenaga kerja yang lebih intensif
Sistem pertanian terpadu akan selalu tersedia apabila komponen-komponen yang ada selalu dilestarikan dan dimanfaatkan dengan baik dan penggunaannya tidak berlebihan, sehingga dapat selalu tersedia dan dapat di manfaatkan. Jadi banyaknya pemanfaatan sumber daya alam saat ini akan sangat membantu kelestarian komponen dari sistem pertanian.















DAFTAR PUSTAKA
Dover,M. dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth: Agroecology for Sustainable Development. World Resources Intitute. Washington DC.
Handayanto, E. 1999. Pengelolan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Hardjowigeno, S., 1989.   Ilmu Tanah.  Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta
Manuwoto. 2009. Sistem Pertanian di Indonesia. Http://makhey.blogspot.com/2009/09/sistem-pertanian-di-indonesia. Diakses pada tanggal 27 Mei 2010.
Notohadinagoro, Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Pelatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember. Universitas Jember. Jember
Reijntjes,C., B.Haverkot dan A. W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Kanisius. Yogyakarta.
Sugito, Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar