TUGAS
TERSTRUKTUR
PERTANIAN
TERPADU
“ FARMING SYSTEM : MODEL PERTANIAN
TERPADU ANTARA BUDIDAYA TUMPANGSARI PADI DAN JAGUNG, SERTA TERNAK MENUJU
PERTANIAN ORGANIK”
SEMESTER
GANJIL 2012/2013
OLEH
:
LAELA FITRIANI A1L010258
YOGA ADITIA A1L010259
RIANTO A1L010260
DWI ISMANTO A1L010262
DENINGSIH A1L010264
M. IVAN ZULHILMI A1L010265
ROHMAT JUNAIDI A1L010268
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian Sistem Pertanian (Agrosistem) Adalah sekumpulan
komponen yang disatukan oleh suatu bentuk interaksi dan saling ketergantungan
pada suatu batas tertentu, untuk mencapai tujuan pertanian bagi pihak-pihak
yang terlibat.
Sistem pertanian terdiri dari berbagai macam, antara lain
system pertanian berkelanjutan, system pertanian terpadu, system pertanian
konvensional dan lain-lain. Namun kali ini kami hanya akan membahas mengenai
sistem pertanian organik.
Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan
seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian
melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang
untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi.
Pengembangan wilayah ekonomi berbasis pertanian
yang diwujudkan dalam program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan
rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya
saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan merata pada semua wilayah
Dalam
mewujudkan suatu sistem usahatani terpadu, salah satu faktor yang tidak boleh
diabaikan adalah bagaimana memotivasi petani, peternak maupun perikanan untuk
memanfaatkan limbah usahatani maupun limbah ternaknya, karena hal ini akan
menambah keuntungan bagi petani, peternak, dan perikanan tersebut. Sehubungan
dengan hal tersebut maka pemanfaatan limbah usahatani maupun pemanfaatan limbah
ternak menjadi faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan
pendapatan petani maupun peternak.
Integrasi
tanaman dan ternak berperan untuk dijadikan tenaga kerja untuk pengolahan
tanah, memanfaatkan limbah kotoran untuk menjaga kesuburan lahan, sebagai
tabungan dan menambah pendapatan, dan menjadikan lapangan pekerjaan pada saat
petani menunggu panen. Seiring program akselerasi, kelayakan usahatani padi
masih harus terus dikaji guna meyakinkan petani bahwa usahatani tumpangsari
padi jagung, ternak, dan perikanan masih dapat diharapkan sebagai sumber
pendapatan keluarga.
Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan
organik didalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian
konvensional yang menggunakan pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses
pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien maka sebaiknya
produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasanan tersebut
sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan.
Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki
ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah
karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya.
Pertanian organic terpadu berbasis pternakan
terbukti sangat menguntungkan. Integrasi ternak dengan lahan pertnaian
merupakan upaya percepatan pengembangan peternakan dengan penerapan keterpaduan
antara komoditas ternak dengan usaha tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan
yang digunakan sebagai pakan ternak untuk ternak dalam bentuk kompos yang
digunakan untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian (Nurdiansyah, 2008)
BAB II
ISI
ISI
A. APLIKASI BUDIDAYA
Pertanian terpadu
merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk
menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil
yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber
masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan
komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya
akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan
hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini
juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan
input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.
Usaha yang dipakai
dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem
utama yaitu peternakan dan pertanian. Sistem pertanian dalam sistem pertanian
terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang
diusahakan adalah penanaman tanaman
musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras
berupa jati dan sengon.
B.
MACAM-MACAM TANAMAN
DAN TERNAK YANG DIBUDIDAYAKAN
1.
Jagung
Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat
kedua setelah beras, sangat penting untuk ketahanan pangan. Jagung juga
berperan penting dalam industri pakan ternak dan industri pangan. Dalam kurun
lima tahun terakhir, kebutuhan jagung nasional untuk bahan industri pakan,
makanan dan minuman meningkat ±10%-15%/tah
Pengembangan jagung diarahkan untuk mewujudkan
Indonesia menjadi produsen jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025
dengan ciri-ciri produksi yang cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah
yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder,
serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif. Dalam periode 2005-2025,
produksi jagung nasional diproyeksikan rata-rata tumbuh sebesar 4,26%.
Selain itu, pentingnya peranan jagung terhadap
perekonomian nasional telah menempatkan jagung sebagai kontributor terbesar
kedua terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) setelah padi dalam subsektor tanaman
pangan. Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung mempunyai potensi nilai
ekonomi. Buah jagung pipilan, sebagai produk utamanya merupakan bahan baku utama
(50%) industri pakan, selain dapat dikonsumsi langsung dan sebagai bahan baku
industri pangan. Daun, batang, kelobot, tongkolnya dapat dipakai sebagai pakan
ternak dan pemanfaatannya lainnya. Demikian juga halnya dengan bagian lainnya
jika dikelola dengan baik berpotensi mempunyai nilai ekonomi yang cukup
menarik.
Dalam
kurun waktu satu tahun, penanaman jagung dilakukan sebanyak dua kali. Tanaman
jagung dipanen kurang lebih setelah 3-4 bulan setelah tanam. Hasil panen jagung
dijual, sedangkan sisa atau limbah dari jagung, seperti batang jagung, daun
jagung dan kelobotan dimanfaatkan unruk membuat pupuk hijau. Dikarenakan limbah
dar tanaman jagung yang terlalu lampau banyak, maka sebagian limah ke lahan
sebagian pupuk hijau terpenuhi. Dalam satu tahun, dihasilkan pupuk hijau dari
limbah jagung kurang lebih 4-5 ton.
2.
Padi
Gogo
Dalam
pertanian terpadu ini digunakan tanaman padi gogo yang ditumpangsarikan dengan
jagung karena padi gogo bisas ditanam apda lhan kering sehingga cocok dipadukan
dengan tanaman jagung. Selain itu beras juga merupakan makanan pokok bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga memiliki nilai ekonomi yang cukup
tinggi. Disamping itu hasil sampingan dari padi gogo yang berupa dedak dan
jerami dapat dipergunakan sebagai pakan ternak, sehinga dapat memberikan nilai
tambah.
3.
Sapi
Potong
Dipilih sapi potong sebagai ternak dalam sistem
pertanian terpadu ini karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat berimbas
pada pola konsumsi masyarakat Indonesia yang mulai menyadari mengkonsumsi protein
hewani bagi kesehatan. Hal tersebut mengakibatkan tingginya permintaan
sumber-sumber protein hewani termasuk daing sapi. Sehingga pengusaha
penggemukan sapi potong memiliki prospek yang cerah untuk dikembangkan. Selain
itu hasil sampingan dari ternak sapi yaitu berupa kotoran dan urine sapi dapat
dimanfaatkan sebagai biogas atau pupuk kandang yang dapat menyuburkan lahan
pertanian.
C. MODEL YANG AKAN DIGUNAKAN/POLA
TANAM
Sistem pertanian
dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis
pertanian yang diusahakan adalah penanaman
tanaman musiman jagung, padi gogo dan ternak sapi.
Usaha
yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu ini adalah dengan menggabungkan
dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Pada bidang peternakan, di
lahan ini terdapat sekitar 17 ekor sapi yang kebanyakan sapi impor dari
Australia dan hanya beberapa yang berjenis lokal.
Analisis
input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per
hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan
shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan
pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat
di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat
bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari
dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari
luar. Sedangkan air tidak terlalu
diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang
telah diberikan.
Analisis
output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang
dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang
sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran.
Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima
ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar
kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4
bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain
output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output
dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian
terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh
kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun
pertama pertanian tersebut memiliki 5
ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan
15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu
terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi
dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor
sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke
depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang
singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan
8-12 bulan.
Hasil
pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut
dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi. Satu ekor sapi dapat
memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai
5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.
Berhubungan
dengan hal tersebut input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan
organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan
sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan
bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan Stardek, EM4 atau Bio Fit yang
berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan
pupuk bagi tanaman.
Jerami
juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami
tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami
(pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan
biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih
cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm
rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk
membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P.
Untuk menjadikan jerami menjadi biomassa sebagai sumber karbon dari biomasannya,
maka rasio dari unsur hara harus
sebanding dengan rasio unsur hara di dalam sel, bakteri, jamur maupun
actinomycetes. Misal bakteri, rata-rata setiap 5 bagian C butuh 1 bagian N.
(C/N ratio 5:1) dikatakan untuk mempercepat proses dekomposisi C/N mendekati 1.
Proses alamiah tersebut menjadikan jerami sebagai sumber karbon, nitrogen dan unsur hara. Untuk mempercepat
proses dekomposisi pada jerami dapat dilakukan dengan :
a.
Penambahan
mikrobia yang spesifik untuk penguraian.
b.
Jerami
perlu mendapat perlakuan dengan cara dibolak balik, ditusuk, dipotong potong
kemudian diperkecil ukurannya hal ini bertujuan agar daya jangkau mikroba dalam
pembusukan berjalan lebih cepat.
c. Diperkaya dengan nutrisi lain untuk agar
perbandingan (jerami di atas 100), kalau 100 =100 bagian carbon dan 1 bagian N, padahal mikroba agar bisa memakan
semua 5/1, jadi butuh 20. 20 unsur hara bahan organik lain yang mengandung
kira-kira setara dengan 20 bagian. Ditambah bahan organik yang kira-kira N
lebih tinggi, paling mudah diberi pupuk urea. Jadi dengan semakin memperbanyak
BO (kaya nutrisi) maka semakin mudah terdekomposisi.
Input
lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik
pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan,
berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah
jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam
perangkap.
Output
yang dihasilkan adalah hasil pertanian
utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama
3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan
lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan
harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3
dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah
daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan
disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.
Dari dua pengamatan sistem peternakan dan pertanian maka
didapat bahwa tiap sistem tersebut memberikan kontribusi dalm pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan pakan secara terus menerus. Peternakan mendapat
keuntungan dari hasil sampingan pertanian berupa pakan rumput, sorghum, ketela
dan sebagainya. Sedangkan pertanian tanaman budidaya tersebut juga mendapat
keuntungan dari hasil sampingan peternakan, dan hasil seresah itu sendiri
sebagai bahan organik. Dari pihak petani juga akan mendapat keuntungan yaitu
dengan hasil produksi utama dari pertanian dan peternakan yang dapat dijual
atau dikonsumsi sendiri tanpa menganggu keseimbangan dan keterpaduan sistem
pertanian tersebut.
D. ASPEK PEMELIHARAAN
Penggunaan benih varietas unggul sudah tidak dapat
dipisahkan dari sistem produksi pertanian terutama tanaman pangan yang masih
menggunakan benih sebagai satu-satunya sumber perbanyakan tanaman. Penggunaan
varietas unggul memang secara nyata dapat meningkatkan hasil panen, namun pada
dasarnya varietas unggul merupakan varietas yang memiliki respon tinggi
terhadap dosis pemupukan tinggi sehingga apabila dikembangkan pada daerah yang
menggunakan input luar dalam tingkat yang rendah, maka resiko kerugian hasil
panen akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal.
Promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak
sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini berarti bencana bagi
petani yang harus menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam
kondisi yang beragam dan rawan resiko, juga untuk alasan ekonomi maupun ekologi
harus berproduksi dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan
datang, padahal mereka memiliki sumberdaya alam termasuk varietas lokal yang
cukup potensial untuk dikembangkan .
Untuk menunjang pertanian berkelanjutan yang
menggunakan faktor-faktor penunjang produksi (pupuk dan pestisida) dalam jumlah
minimal, maka diperlukan suatu perbaikan sistem pengadaan benih ditingkat
petani menuju pada sistem benih unggul lokal yang lebih tahan terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu ditingkat petani perlu
diarahkan untuk dapat mengelola sumberdaya genetik yang dimiliki (varietas
unggul lokal) dengan sebaik-baiknya, baik dalam hal konservasi varietas,
penanganan, maupun penyimpanan benih hingga benih siap digunakan.
Konservasi semacam ini sangat penting dilakukan
sebagai suatu pendekatan yang berorientasi pada petani dalam memasok benih.
Suatu pendekatan yang dapat diupayakan dalam pengelolaan sumberdaya genetik
adalah pembentukan unit-unit suplai benih yang dibuat dengan cara membentuk
unit-unit pertanian kecil untuk memproduksi benih unggul yang cukup memadai
untuk kebutuhan lokal. Tentu saja para petani tersebut memerlukan arahan dari
unit-unit inspeksi benih terpusat. Jika petani telah terbiasa dengan teknik
tersebut, mereka dapat mengambil alih perawatan penangkaran hingga akhirnya
menjadi yayasan benih yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Pengadaan benih
dapat dilakukan pada tingkat desa dengan teknik-teknik yang bersifat padat
karya sehingga mengurangi biaya transportasi, yang sekarang menjadi bagian
utama yang menentukan harga benih. Apabila sistem ini telah berjalan dengan
baik maka kebutuhan petani terhadap 4 (empat) tepat benih ( tepat mutu, jumlah,
waktu, dan harga) dapat terpenuhi.
Pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalihan
tingkat populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan
menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk
mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan
hidup. Perlindungan tanaman dilakukan melalui kegiatan pencegahan, pengendalian
dan eradikasi. Dalam perkembangannya, istilah pengendalian berubah menjadi
pengelolaan untuk lebih menekankan pada usaha untuk mengurangi populasi
organisme yang harus ditangani secara terus menerus sejak dari penanaman,
misalnya dengan menentukan jenis tanaman , cara pembukaan lahan, penggarapan
tanah, jarak tanam, dan sebagainya. Oleh karena itu istilah pengelolaan hama
terpadu dianggap lebih tepat dibandingkan dengan pengendalian hama terpadu.
Konsep pengelolaan hama terpadu ini sangat sesuai
dengan konsep yang diusulkan oleh Peterson pada tahun 1973 yaitu :
1)
Secara terpadu memperhatikan semua hama penting,
2)
Tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan
populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang ekonomi,
3)
Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel.
4)
Sesedikit mungkin memakai cara buatan tetapi lebih mementingkan penekanan hama
oleh faktor-faktor alami,
5)
Selalu didasari oleh pertimbangan ekologi.
Berdasarkan konsep tersebut maka konsep pengelolaan
hama terpadu yang lebih sempuna adalah perlu melibatkan pemerintah seperti
Direktorat Imigrasi dimulai dari pencegahan masuknya hama dari luar negri.
Untuk lebih jelasnya, konsep pengelolaan yang lebih sempuna yaiu :
1)
Pengendalian hama tumbuhan dengan peraturan-peratutan pemerintah. Hama-hama
dari luar negri dicegah masuknya dengan peraturan karantina, sedangkan penyakit
yang baru saja masuk dicoba dihilangkan dengan usaha eradikasi agar tidak
meluas,
2)
Penanaman kultivar yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi,
3)
Pengendalian dengan cara kultur teknis,
4)
Pengendalian dengan cara biologis,
5)
Pengendalian secara fisik, serta alternatif terakhir,
6)
Pengendalian secara kimia.
Pengelolaan penyakit pada pertanian berkelanjutan
harus didasari dengan kesadaran akan lingkungan, dan kesadaran akan biaya. Jika
kerusakan berat sekali dan semua usaha yang dilakukan tidak memberikan hasil,
maka tanaman tersebut harus diganti
E. PANEN DAN PENGOLAHAN
Panen yang pertanam kali dilakukan adalah pada
tanaman jagung yaitu pada saat tanaman jagung berusia kira-kira 3-4 bulan.
Panen jagun dilakukan dengan memotek bonggol jagung dari tangkainya kemudian
jagung dikupas klebotnya dan dibersihkan dari bulu-bulu jagung lalu dijemur
hingga kering, dipipil setelah itu jagung siap dijual sebagi bahan baku
industry atau pakan. Kemudian hasl sampingan dari jagung berupa klebot, daun
dan kedebong jagung sebagian diberikan pada ternak sapi dimana sebagian dapat
langsung diberikan untuk pakan sapid an sebagiain lagi di olah menjadi hay
(pakan kering yang bias bertahan dalam waktu yang lama).
Pada ternak sapi, bakalan sapi yang digunakan adalah
bakalan sapi yang berumur dua tahun dan penggemukan dilakukan selama enam
bulan, setelah enam bulan sapi dapat dijual. Sementara hasil sampingan dari
kotoran sapi diolah menjadi pupuk kandang yang digunakan untuk memupuk lahan
pertanian sebagai pupuk organic yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pada padi gogo dilakukan panen pada saat padi
berumur umur enam bulan, dimana bulir padi sudah penuh. Pelaksanaan panen
dilakukan dengan memotong rumpun padi gogo dengan sabit dan dikumpulkan,
setelah itu dulakukan perontokan bulir. Lalu bulir padi dikeringkan sampai siap
untuk digiling menjadi beras untuk dapat dipasrkan atau dikonsumsi untuk
sendiri. Hasil samping yang berupa bekatul atau dedak dan jerami dapat
digunakan sebagai pakan sapi potong.
BAB III
KESIMPULAN
Guna mempertahankan dan meningkatkan produksi
pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, maka pengelolaan sumberdaya
secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi mutlak dilakukan. Berbagai
bentuk pendekatan yang dapat diterapkan, diantaranya adalah : sistem
tanam ganda; komplementari hewan ternak dan tumbuhan; usaha
terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry; pemeliharaan dan peningkatan
sumberdaya genetik; dan pengelolaan hama terpadu
Berbagai
pendekatan tersebut dilaksanakan secara terpadu, dan untuk mendukung keberkelanjutannya,
harus di dukung oleh inovasi teknologi yang di rancang berdasarkan kesesuaian
dengan kondisi wilayah baik bio-fisik maupun sosial ekonomi dan budaya
masyarakat lokal.
Dalam
sistem pertanian terpadu berkaitan dengan input, proses produksi dan output.
Proses input berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia, pada
proses produksi berhubungan dengan waktu dan lingkungan sedangkan pada output
berkaitan dengan pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Hal
ini saling berkaitan karena apabila salah satu komponen yang ada di dalamnya
rusak atau hilang akan mempengaruhi keadaan dan ketersediaan komponen lain.
Keunggulan sistem pertanian terpadu, bersifat :
1.
Efisiensi pada pemanfaatan sumber daya
alam secara optimum
2.
Mandiri dimana sistem dapat berjalan
dengan input luar minimum (LEISA) dan
bersifat closed system
3.
Berkelanjutan yang berarti bahwa sistem
ini ramah lingkungan dan lebih menguntungkan serta kearifan lokal dan dapat
diterima masyarakat
Untuk kendala pada sistem pertanian terpadu itu
sendiri antara lain :
1.
Dibutuhkan
waktu yang lama untuk mencapai keberlanjutan sistem pertanian
2.
Hasil
produksinya lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem pertanian
konvensional
3.
Dibutuhkan
tenaga kerja yang lebih intensif
|
Sistem pertanian terpadu
akan selalu tersedia apabila komponen-komponen yang ada selalu dilestarikan dan
dimanfaatkan dengan baik dan penggunaannya tidak berlebihan, sehingga dapat
selalu tersedia dan dapat di manfaatkan. Jadi banyaknya pemanfaatan sumber daya
alam saat ini akan sangat membantu kelestarian komponen dari sistem pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Dover,M.
dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth:
Agroecology for Sustainable Development. World Resources Intitute.
Washington DC.
Handayanto,
E. 1999. Pengelolan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Hardjowigeno,
S., 1989. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta
Manuwoto. 2009. Sistem Pertanian di Indonesia. Http://makhey.blogspot.com/2009/09/sistem-pertanian-di-indonesia.
Diakses pada tanggal 27 Mei 2010.
Notohadinagoro,
Tejoyuwono. 1997. Bercari manat Pengelolaan Berkelanjutan Sebagai Konsep
Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Makalah
Seminar Nasional dan Pelatihan Pengelolaan Lahan Kering FOKUSHIMITI di Jember.
Universitas Jember. Jember
Reijntjes,C., B.Haverkot dan A. W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk
Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Kanisius. Yogyakarta.
Sugito,
Y., Y. Nuraini dan E. Nihayati. 1993. Sistem Pertanian
Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar